Saturday 16 January 2016

Seikat Mawar


Aku menatapnya kagum. Dave, lelaki yang kukenal pendiam itu ternyata mahir memainkan sebuah lagu River flows in you. Jari-jarinya menari dengan lincah di atas tuts-tuts piano memainkan mahakarya dari sang pianist ternama, Yiruma. Disekelilingku juga ikut berdecak kagum.
Ini acara familly gathering dengan tema valentine night, dikantor. Semua pegawai membawa kekasih, istri dan anaknya. Penuh cinta dan kasih, namun yang tak habis ku pikir mengapa Pria berumur 30 tahun itu hanya membawa anak kecil saja? Jika iya itu anaknya, lantas mana ibunya? Ah! Sudahlah Rini, mengapa kau sibuk mengurusi oranglain sementara kau disini tak memiliki pasangan?
Huft! sebenarnya aku punya, namanya chandra, pacarku. tapi dia tak cocok untuk di ajak ke acara begini. Akupun sudah tahu dia pasti menolak. Lagian dia bukan tipikal pria romantis. Bahkan dia lebih sering mengajakku untuk menonton konser rock ketimbang nonton bioskop film drama dibioskop. Tapi tunggu, dimana Dave sekarang?
Aku mendongak mencari teman kerjaku itu, tidak terlalu dekat sih kita beda tempat. Aku di lantai dua, sementara dia di lantai lima. Jelas saja dia di tempatkan di lantai atas, dia manager. Tapi alasan mengapa aku bisa mengenalnya bukan hanya karna dia manager, melainkan waktu yang sering mempertemukan kita. Entah disaat meeting, atau makan siang di cafe dekat kantor. Itupun tak begitu dekat, namun dia mampu mencuri perhatian. Jujur aku salah satu yang mengagumi sosoknya.
Aku berjalan perlahan mencari Pria itu. Jelas ini tak sopan, mengikuti siapa yang tak ku kenal dekat. Tapi, ah sudahlah! Lanjutkan saja! batinku berteriak.
Aku melanjutkan langkah ke ruang restorasi dan hasilnya tak ada, ke lantai dansa sama saja, apa mungkin dia pulang? Sebenarnya tak begitu sulit mencari Dave, dia tinggi bahkan di antara pegawai yang lain.
Lalu entah kenapa langkah ini malah ingin mengajak keluar, dan aku tak mengerti ketika melihat mobil Dave melaju pelan meninggalkan kantor. Acara belum selesai dan dia sudah pergi begitu saja? Namun yang lebih tak mengerti mengapa aku malah ingin membuntutinya dari belakang?! Terlebih ketika ku dapati benar-benar tak ada wanita didalam mobil itu. Tak lama aku membuntutinya.
Pelan-pelan saja, aku tak ingin Dave tahu bahwa aku mengikutinya dari belakang. Tapi tiba-tiba hatiku malah berdetak kencang dan pikiranku melayang ke arah yang tak sepantasnya aku pikirkan. Apa mungkin Dave adalah penculik? Jangan-jangan anak itu. Aku benar-benar akan kecewa jika mengetahui diam-diam Dave berhati busuk. Tidak, tidak mungkin!
Namun Dave menghentikan mobilnya tepat di depan toko bunga. Aku ingin keluar ketika Dave masuk ke toko tersebut, namun tidak! Jika Dave tahu aku membuntutinya, mungkin ia akan marah! Lantas aku memutuskan untuk menunggunya saja.
Sekitar tiga puluh menit aku menunggu, pria itu keluar dengan membawa seikat mawar. Aku terdiam melihatnya, lebih ke arah terpesona sih. Ternyata dibalik sikap pendiam tersimpan jiwa yang begitu romantis. Tapi bunga itu untuk siapa? Istrinya? Aha, ternyata benar Dave bukan penculik! Syukurlah. Sorakku dalan hati.
Aku kembali mengikuti mobil alphard putih itu. Melaju dengan kecepatan sedang. Jakarta tak begitu ramai malam ini, kebetulan sedang berlangsung car free night juga. Sesekali aku menatap kesamping jendela, banyak orang yang berjalan berpasangan dan saling menggandengkan tangan. Terkadang hati kecilku iri pada mereka, mengapa Chandra begitu sulit untuk melakukan hal yang begitu sepele menurutku? Aku tak benar-benar mengerti sebenarnya, kenapa kita berbalik 180 drajat tak seperti mereka? Dan mengapa tak bisa untuk menyatukan kesamaan? Ah, Chandra-chandra aku tak tahu jika aku benar-benar lelah apakah siap jika harus meninggalkan kamu?
Sementara jauh dari hal itu, Dave berhasil membuatku pusing, ia berputar-putar entah hendak kemana. Terakhir aku tahu ini bukan jalan menuju rumahnya, jelas saja Dion sahabatnya memberi tahuku bahwa Dave tinggal di apartemen elit kawasan Jakarta pusat.Tapi sayang, aku tak berani menanyakan status pria itu. Setidaknya aku harus tampil mahal meski sebenarnya mengagumi pria berdarah indo-german tersebut.
Aku melihat Dave memarkirkan mobilnya di parkiran rumah sakit. Sekali lagi aku dibuat keheranan oleh Dave. Ini bukan sembarang rumah sakit, apa mungkin istri Dave adalah perawat atau dokter disini? Aku menghela napas dan memutuskan untuk berbalik arah ketika melihat Dave menuntun seorang anak kecil masuk ke dalam rumah sakit dengan membawa seikat mawar ditangannya.
Tapi rasa penasaran kembali menyelimuti hati ini, dan mampu mengalahkan tubuh yang sebenarnya malu jika harus melanjutkan membuntuti Dave dan anak kecil itu.
Kemudian tak lama aku berjalan masuk dan menyusuri setiap koridor. Sebenarnya agak risih berjalan disini, selain takut ketahuan, pasien disinipun benar-benar membuat aku takut.
Hingga tiba kala aku mendapati Dave dan anak kecil itu berbicara dengan dokter cantik, tinggi, dan berkacamata. Terlihat asyik mungkin obrolan mereka lebih dalam.
Aku meyakininya dialah Istri dari Dave, dan Ibu dari anak kecil yang dibawa pria itu.
Kemudian aku membalikan badan, dan berjalan pelan membelok arah. Tapi tiba-tiba dokter yang tadi sempat berbincang dengan Dave malah menyusul langkahku dan membuatku kembali bertanya-tanya.
Aku membelokkan badanku lagi, namun tak mendapati Dave dan anak kecil yang dibawanya.
Aku lari, hingga benar-benar membuat kebisingan. Kembali menyusuri koridor-koridor hingga terhenti tepat di depan jalan buntu, aku melihat pria itu bersama anak kecil.
Dave, Menyodorkan seikat mawar kepada wanita yang diam saja seperti patung. Tak terasa langkahku sedikit demi sedikit maju.
Aku melihat ada ketulusan di moment itu. Dave duduk berjongkok, dan anak kecil itu mencoba mengelus tangan wanita didepannya.
Yang membuatku lebih kaget, mereka dibatasi jeruji besi yang berdiri kokoh dan di gembok.
Aku menghentikan langkah tak jauh dari mereka.
"Ini mama!" ucap Dave.
Mama? gumamku.
"Mama kenapa dikunci, pa?" ucap anak kecil itu. "Mama nggak nakalkan?"
Dave tersenyum dan mengelus rambut anaknya. "Mama sakit, nanti kalo sembuh pulang." jawab Dave.
"Tapi kasian mama sendiri disini, pa. Juna mau masuk, Pa!"
Dave tersenyum lagi, kemudian memeluknya.
"Nanti juga mama pulang, kalo udah sembuh. Juna sama papa aja, mama butuh istirahat."
Aku terpatung, lalu menoleh ke kiri, dan kekanan. Aku menunduk, ini rumah sakit jiwa. Dan kamu tahu? Wanita di depan itu adalah istri dari Dave, sekaligus ibu dari anak kecil yang dibawa Dave.
Mataku berkaca-kaca, hingga tak terasa ujung mata ini mulai basah menyaksikan betapa sedihnya berada diposisi mereka. Meski pada kenyataannya wanita didepan itu sama sekali tak bersuara, atau bergerak sekalipun.
Aku mengusap airmataku. Dan berjalan mundur.
Namun Dave menyadari langkahku, ia menatapku dan aku gemetar takut. Tak lama Dave bangkit dan berjalan ke arahku. Aku kembali terpatung.
Dave tersenyum. "Sekarang kau sudah tahu statusku?" tanyanya.
Aku mengangguk lemah.
"Dia istriku, terkena depresi berat pasca melahirkan."
"Maaf!" ucapku tertunduk. "Seharusnya aku tak membuntutimu."
"Tak apa, semoga kau banyak belajar saja setelah ini."
Aku mendongak mencoba menatapnya. Darinya, jelas saja aku benar-benar belajar banyak bahwa cinta tak perlu seseorang yang sempurna.
Bahkan ketika ia benar-benar mati, cinta tak boleh ikut mati bersamanya.
Aku lalu tersadar akan Chandra, aku lebih sering membandingkan dia dengan yang lain. Sampai lupa bahwa setiap orang memiliki cara berbeda untuk menciptakan cinta.
Aku mengambil handphoneku disaku celana, dan menelpon Chandra kekasihku.
Lama, aku menunggunya lama. Hingga ketika Chandra mengangkat telponnya, aku benar-benar merasa senang. Jujur, belum pernah aku sesenang ini.
"Hallo.."
"Iya, hallo?"
"Chand?"
"Iya, Rin. Ada apa?"
"I love you."
"Hah?"
"I love you!"
"...."
Tut tut tut..
Telponku terputus, tanpa tahu apa jawaban dari Chandra.
Sial! pekikku. Ternyata pulsaku habis!

-end-

No comments:

Post a Comment